BATANG, AYOSEMARANG.COM - Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), program dari Pemerintah Pusat melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) sejatinya sangat mulia sekali.
Namun, slogan gratis yang digembar-gemborkan oleh pemerintah dalam implementasinya jauh dari cita-cita luhur selama ini.
Pasalnya, masih tetap ada pungutan yang melebihi dari aturan SKB Tiga Menteri yang standar besarannya hanya Rp150 ribu.
Baca Juga: Berupaya Atasi Rob Demak, Ganjar Pranowo Minta Pemkab dan DPRD Satu Visi Soal Tanggul Laut
Para petugas lapangan prgram PTSL berdalih harga sekecil itu tidak tidak bisa dilaksankan. Alhasil, permasalahan pun muncul dan berpotensi menjerahat hukum para perangkat desa yang menjadi petugas lapangan PTSL.
Hal itulah yang menjadi perhatian serius Dewan Penasehat Paguyuban Kepala Desa 'Sang Pamongmong' Kabupaten Batang, DR Agung Wisnu Barata.
Program PTSL yang diamatinya sering kali muncul masalah dan yang menjadi korban itu perangkat desa, dalam hal ini kepala desa.
"Saya melihat dari fakta faktual yang ada di Batang ini, kan persoalan yang sering menjadi korban itu kan kepala desa di dalam pengambilan kebijakan dengan adanya biaya tambahan. Nah, kami sebagai warga melihat permasalahan ini sebenarnya. Pokok permasalahannya itu di regulasi yang dibuat oleh 3 menteri itu," kata Agung Wisnu Barata, Selasa 14 Maret 2023.
Baca Juga: Pedagang Durian Celeng Sudah Berjualan Bertahun-tahun, Setelah Viral Pemkab Baru Lakukan Razia
"Karena apa? Aturan yang 3 menteri itu menentukan biaya paket itu sebesar Rp150 ribu. Dalam praktik realitasnya itu asas kepatutan dan kewajarannya justru dilanggar. Karena Rp 150ribu itu dengan kebutuhan sekarang itu sudah sangat sangat tidak layak," ungkapnya.
Ia pun menyatakan bahwa nilai Rp150 ribu sudah tidak realistis dan kalau program PTSL dipaksakan dengan ada tambahan biaya sesuai kesepakatan musyawarah pemohon, tetap saja melanggar hukum .
"Aturan SKB Tiga Menteri sudah tidak relevan lagi dengan situasi yang sekarang. Padahal pembuatan hukum sendiri ya harus harus diperlakukan. Mungkin aturan itu 20 tahun yang masa lalu itu masih bisa, tapi kan perkembangan zaman enggak bisa," ungkapnya.
Agung juga menjelaskan bahwa PTSL bukan tugas pokok yang harus dilaksanakan oleh pemerintahan desa. Dan desa punya otonomi sendiri.