DEMAK, AYOSEMARANG.COM -- Keluarga Pesantren Girikesumo Desa Banyumeneng, Kecamatan Mranggen, Demak, kembali menyelenggarakan kirab grebeg suro yang berlangsung dengan meriah. Perayaan tersebut disaksikan masyarakat setempat dan ditutup dengan perebutan gunungan hasil bumi masyarakat setempat.
Keluarga besar dari Yayasan Kyai Ageng Giri Pesantren Girikesumo melakukan kirab dari Masjid Jamik Baitul Salam ke Masjid Baitul Mustofa Makam Kasepuhan Girikesumo yang berajarak sekitar 500 meter. Mereka membawa sejumlah uborampe.
Yaitu 4 kotak peti berisi jubah peninggalan leluhur, 40 kendi berisi air dari sumur keramat, dan 4 gunungan.
Baca Juga: Ketua DPRD Demak Ajak Para Santri Kampanye Anti Bullying
Anggota keluarga Pesantren Girikesumo, M Hanif Maimun, mengatakan bahwa pusaka tertua diperkirakan pada sekitar tahun 1828 masehi. Yakni peninggalan KH Muhammad Hadi. Sementara 3 jubah lainnya milik KH Muhammad Zahid, KH Zaenuri, dan KH Muhammad Zuhri.
Gus Hanif, biasa ia disebut, menjelaskan bahwa tujuan terselenggaranya acara tersebut guna melestarikan budaya leluhur yang pertama kali berjuang di wilayah tersebut. Selain itu juga bentuk syukur dan sedekah agar terhindar dari balak.
"Yang ketiga kegiatan ini memang mapak warso enggal atau menyambut tahun baru hijriyyah 1 Muharrom," kata Gus Hanif usai acara di Halaman Masjid Jamik Baitul Salam, Selasa 18 Juli 2023.
"Sudah lama sekali, lebih dari 6 tahun. Dulunya kita kegiatannya Persamu untuk menyambut tahun baru hijriyyah. Perkemahan satu muharram (Persamu), tapi kemudian seiring perkembangan zaman, ada dawuh dawuh dari simbah kyai juga, akhirnya kegiatan persamu kami ubah formatnya menjadi grebeg suro ini," sambungnya.
Baca Juga: DPRD Demak Minta Hentikan Pengisian Perangkat Desa Jelang Pilakdes
Ia menjelaskan bahwa jumlah kendi tersebut 40 seperti halnya filosofi orang suluk dalam tradisi pesantren dalam belajar ilmu agama. Yakni minimal harus selama 40 hari.
"Jumlah 40 itu sebagai pertanda karena biasanya di dunia suluk pesantren itu untuk melaksanakan istilahnya itu suwito, belajar agama itu, paling tidak setidak-tidaknya itu 40 hari. Jadi ritualnya dilakukan selama 40 hari," terangnya.
"Kemudian air tersebut berasal dari air berkah kasepuhan sumur Simbah Buyut M Hadi yang pertama kali dibuat bersamaan dengan Masjid Girikesumo, ada di samping masjid. Kemudian sebelum dikirab itu sebelumnya sudah dibacakan mujahadah bersama-sama oleh segenap dewan guru yang ada di Pesantren Girikesumo, sehingga harapannya bisa bertawassul mendapatkan berkah untuk semuanya," imbuhnya.
Selain itu, lanjutnya, filosofi dari jumlah gunungan empat yakni simbol jumlah penanda angin. Ajaran tersebut sudah ada sejak pesantren pertama didirikan.
Baca Juga: 615 Guru Pejabat Fungsional Dilantik Bupati Demak: Berikan Kebebasan Anak Belajar