AYOSEMARANG.COM -- Alat pendeteksi kebohongan (lie detector) disebut tidak 100% akurat.
Hal tersebut disampaikan oleh pakar psikologi forensik, Reza Indragiri.
Penilaian Reza mengenai lie detector yang tidak sepenuhnya bisa dipercaya itu terkait pemeriksaan Ferdy Sambo dan tersangka lainnya.
Baca Juga: Demonstrasi Mahasiswa Semarang, Ribuan Polisi Disiagakan
Diketahui, para tersangka dan saksi dalam insiden pembunuhan Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, diperiksa menggunakan lie detector.
Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Dedi Prasetyo sendiri mengatakan bahwa pemeriksaan dengan lie detector ini untuk menjunjung pro justitia atau demi keadilan.
Di sisi lain, Reza mengatakan bahwa suatu pernyataan bisa disebut sebagai kebohongan bila sudah dibandingkan antara pernyataan tersebut dengan kenyataan yang terjadi.
Sementara itu, tidak ada seorangpun, termasuk operator lie detector, yang mengetahui bagaimana persisnya kejadian di TKP pembunuhan Brigadir J, kecuali para tersangka.
"Alih-alih mengukur perbandingan antara pernyataan dan kenyataan, alat ini (lie detector) mengukur perubahan-perubahan fisiologis manusia ketika berhadapan dengan pernyataan atau pertanyaan tertentu," kata Reza.
Diketahui, lie detector hanya bisa mendeteksi kebohongan melalui perubahan-perubahan fisiologis seperti kucuran keringat, pupil mata yang membesar, detak jantung yang semakin kencang, dan suhu badan yang meninggi.
Baca Juga: Apa itu Fan Tokens and Socios.com? Ini Pengertian, Keuntungan, hingga Hadiahnya
Maka dari itu, Reza menuturkan bahwa perubahan-perubahan fisiologis tidak mutlak menjadi tanda-tanda orang sedang berbohong.
Menurut Reza, detak jantung yang bertambah kencang bisa disebabkan beberapa faktor seperti saat olah raga, sakit demam, bahkan ketika sedang terintimidasi.