AYOSEMARANG.COM- Soliditas organisasi PGRI sedang diuji kembali setelah beberapa bulan yang lalu ketua PB PGRI membekukan 5 kepengurusan PGRI Daerah. Pembekuan ini terkait adanya pihak yang berusaha menyuarakan diadakanya KLB.
Kini upaya penyelenggaraan KLB menyeruak kembali.
Sebagai mantan ketua Alumni Universitas PGRI Semarang, merasa prihatin atas terjadinya konflik internal di organisasi guru terbesar di Indonesia ini. PGRI menjadi organisasi yang selama ini menjadi tempat berlindung dan berkarier bagi guru Indonesia sudah semestinya tatakelolanya berpedoman pada AD ART dan perundangan yang berlaku. Anggota pengurus yang tidak taat atau melanggar AD ART perlu mendapatkan sangsi organisasi. Hal ini penting agar semua pengurus dalam bertindak tidak melanggar norma yang berlaku di organisasi PGRI
Sebagaimana langkah yang diambil PB PGRI dalam menyikapi adanya KLB yang dianggap ilegal , membekukan kepengurusan PGRI Provinsi Jatim, Provinsi Riau, Provinsi Sumut, serta PGRI Kota Tebing Tinggi, PGRI Kota Probolinggo, PGRI Kab. Sumenep dan Kabupaten Pamekasan.
Langkah ini merupakan langkah tepat agar setiap pengurus bisa saling memahami hak dan kewajibannya sehingga tidak akan ada lagi perbedaan dalam mematuhi AD dan ART organisasi. Sebab sudah menjadi kewajiban bagi semua pengurus agar tatakelolanya berpedoman AD dan ART jika melanggar maka jelas sanksi organisasi menjadi keputusan yang tidak bisa ditolak. Sebagai organisasi tempat berhimpunnya guru tentu masyarakat banyak berharap terhadap kiprah guru yang selama ini telah banyak berperan dalam pembanguan di tanah air. Hal ini seiring juga kesejahteraan guru yang semakin mendapatkan perhatian dari pemerintah, kecuali guru honorer yang nasibnya masih perlu diperjuangkan oleh PGRI.
Penulis : Untung Budiarso, Mantan Ketua Umum IKA UPGRIS.