AYOSEMARANG.COM- Kegiatan safari Anis Baswedan ke berbagai wilayah, tak urung menuai berbagai kritik, bahkan ada yang menganggap mencuri start. Kegiatan itu pun disorot dari sisi pembiayaannya, karena dalam kegiatan tersebut sempat melibatkan jet pribadi, dan belum lagi berbagai penelusuran terkait dana besar lainnya.
Di sisi lain, pihak Demokrat balik menyindir banyaknya foto dan baliho pejabat yang menempel di berbagai tempat. Bukankah itu juga mencuri start, menurut sang penyindir.
Terkait hal tersebut, Bawaslu pun akhirnya menyatakan bahwa Anis tidak melakukan pelanggaran,namun hanya mencuri start.
Pertanyaannya, bagaimana sebenarnya kegiatan- kegiatan semacam itu yang mulai banyak dilakukan ? Benarkah itu merupakan pelanggaran atau setidaknya pencurian start kampanye pemilu?
Keterbatasan Aturan
Pengertian kampanye dalam UU Pemilu pengertiannya sangatlah terbatas. Kampanye dalam UU tersebut kurang lebih pengertiannya adalah Ajakan dari partai politik, gabungan partai politik ataupun tim sukses yang resmi, yang mengajak masyarakat untuk memilih calon ekskutif atau pun legislatif yang secara resmi telah ditetapkan KPU.
Dengan pengertian yang sangat terbatas tersebut, maka Anis Baswedan atau siapa pun Nama lainnya, tidak bisa disebut melakukan pelanggaran, bahkan mencuri start, karena hingga saat ini belum ada penetapan calon secara resmi , demikian pula dengan partai politik, gabungan partai politik atau pun tim sukses resmi mereka. Kalau toh ada deklarasi pendukung, atau pun relawan, semuanya itu sifatnya masih informal.
Karena adanya peluang yang sangat terbuka berdasar UU Pemilu, maka banyak elit, termasuk pejabat yang melakukannya. Bentuknya bisa bermacam-macam, mulai dari deklarasi , sosialisasi dengan berbagai dalih, misalnya membagi gambar, kaos hingga sembako, hingga pengerahan massa, termasuk meminta bantuan lembaga survei yang tujuannya, jelas unjuk kekuatan demi merayu para calon pemilihnya yang sebagian besar adalah massa mengambang ( floating mass), sehingga belum memiliki pilihan pasti.
Di sisi lain, tidak bijak pula menuding para pejabat yang banyak menempel gambar, hingga , seolah memanfaatkan tugasnya untuk kampanye.
Meski kadang tampak berlebihan, namun UU No. 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi mengamatkan bahwa semua kegiatan bagi publik dan dibeayai dengan dana publik baik APBN atau APBD, harus dipublikasikan ke publik. Dan itulah yang dilakukan para pejabat publik, meski kadang secara kasat mata juga dimanfaatkan untuk memopulerkan diri.
Kampanye
Dari sisi komunikasi, pengertian kampanye itu berarti memperkenalkan diri ( to campaign). Tujuannya jelas, agar banyak yang makin mengenalnya, makin populer, syukur kalau orang menjadi simpati sehingga elektabilitasnya meningkat.
Karena itu, mumpung saat ini para elit sepakat untuk melakukan pemilu yang mendidik, maka secara tegas UU serta peraturannya segera dibenahi, sehingga makin kecil peluang memanfaatkan celah untuk melanggarnya.
Alasan keterbatasan waktu serta media yang boleh digunakan sesuai pengalaman masa lalu harus dirubah, karena justru keterbatasan itulah yang menyebabkan para elit ingin melanggarnya.
Apabila toh pengertian dalam UU Pemilu terkait kampanye tidak diubah, konsekwensinya sebelum segala sesuatu secara resmi, maka kegiatan memopulerkan diri lewat berbagai cara oleh para elit tidak perlu dipersoalkan, selama tidak melanggar filosofi komunikasi kejujuran, termasuk etikanya.
Bersosialisasi ditempat terlarang seperti tempat ibadah , serta tempat terlarang lainnya, memanipulasi agama untuk kampanye, menyinggung SARA, menyebar informasi sesat,memanfaatkan popularitas orang lain atau sebaliknya menjelekkannya, dan yang lainnya, haruslah dihindarkan.
Demikian pula menyalahgunakan teknologi komunikasi misal dengan mengedit gambar dan suara dan sejenisnya. Singkatnya, menyalahgunakan teknologi dan simbol komunikasi sebaiknya dihindarkan.
Artikel Terkait
Bawaslu Kota Semarang Buka Pendaftaran Panwascam Pemilu 2024, Catat Tanggalnya
Puan: Kader PDI Perjuangan Jateng Harus Solid untuk Cetak Hattrick di Pemilu 2024
Kupas Kehidupan Politik Orde Baru, Pemilu hanya Ada 3 Partai Saja?
PKI Partai Terbesar Pemilu 1955 Tapi Dibubarkan Soeharto, Kenapa?
Tak Ingin Pemilu 2019 Terulang, Bawaslu Jateng Gandeng Kaum Milenial 'Mantengin' Media Sosial
Bawaslu Batang Ajak Ormas Jadi Lembaga Pemantau Pemilu 2024
Wihaji Siapkan Strategi Menangkan Pemilu 2024, Bakal Calonkan Gubernur Jateng?
Panwaslu Kecamatan Harus Jaga Integritas Pemilu
Tak Hanya Untuk Sarana Sosialisasi, Bawaslu Batang Perketat Pengawasan Pelanggaran Pemilu 2024 di Medsos
Masuk Kategori Rawan Tinggi Pemilu 2024, ini Startegi Bawaslu Kendal