Baca Juga: Pemprov Jateng Fasilitasi Pemulangan Korban Perdagangan Oran
Sampai saat ini para korban lainnya termasuk A, tidak dipulangkan dan dipaksa terus bekerja selama lebih dari 18 jam sebagai online scammer di bawah ancaman kekerasan.
Para korban juga mengalami kesulitan menghubungi keluarga secara langsung karena alat komunikasi juga KTP dan paspor korban di rampas.
"Sehingga membuat korban juga kesulitan mengakses pertolongan ke Kemenlu/KBRI di Myanmar dikarenakan lokasi tempat bekerja merupakan wilayah konflik yang dikuasai kelompok bersenjata. Setiap hari para korban diawasi secara ketat oleh petugas perusahaan dengan persenjataan lengkap," pungkasnya.
Sementara dari Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto menyampaikan laporan tersebut telah diterima petugas SPKT Polda Jateng. Kepolisian juga akan melakukan penanganan selanjutnya untuk melakukan penyelidikan.
Baca Juga: Kekalahan dari Dewa United Bikin Banyak Evaluasi, PSIS Semarang Langsung Fokus Lawan Persib Bandung
"Saya juga barusan cek ke SPKT dan hari ini dari korban melalui pengacara memasukkan surat kepada kapolda, laporan tentang TPPO tersebut. Ini sudah kami terima, akan kami lakukan pemeriksaan. Intinya dari Polda Jateng ini sudah akan menindaklanjuti segala informasi tentang TPPO tersebut," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya nasib apes dialami A, pria warga Semarang Utara.
Niatannya bekerja keluar negeri dengan iming-iming gaji Rp 12 juta sampai Rp 202 juta, ternyata malah menjadi korban dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Sekarang, keberadaan A masih di negara Myanmar, dan belum bisa kembali ke Indonesia.
Sebab, pihak perusahaan tempat bekerja A juga meminta uang Rp 150 juta, sebagai tebusan. Selain itu, A juga dituntut untuk mencari orang sebagai penggantinya.