Muh sudah berulang kali mendesak Imam untuk bekerja, namun tetap saja hasilnya nihil.
Saban hari kerjaan Imam hanya minta uang ibunya saja. Duitnya juga digunakan untuk hal tidak berguna termasuk minum-minum miras. Muh sempat naik pitam dengan perilaku itu dan menegur Imam. Namun Imam malah melawan.
"Dia ngamuk dan sempat mau menusukan pisau. Untungnya saya sigap dan menangkis," ucap Muh yang sempat mendalami sejenis ilmu kanuragan di Purbalingga.
Kadang Muh juga merasa perangai Imam adalah imbas dari dirinya yang sering melakukan pertapaan demi ilmunya.
Salah seorang kawan ada yang berkata bahwa ada mahluk yang dibawa Muh lalu ikut ke tubuh Imam sehingga dia jadi pribadi yang gelap seperti itu.
Baca Juga: Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 7 Halaman 163 Kurikulum Merdeka: Teks Tanggapan - Tabel 5.6
"Hati-hati kalau menegur anakmu. Ada yang ngikut," kata Muh menirukan perkataan temannya.
Muh percaya hal itu. Dia tidak menegur Iman lagi dan cenderung melepas. Untuk menghindari hal-hal lain yang lebih nahas, Muh akhirnya jarang pulang.
"Kalau pulang kami selalu bertikai. Jadi saya saja yang mengalah," sambungnya.
Imam lantas hanya tinggal bersama Salamah di rumah. Adik-adiknya yang lain sudah berkeluarga dan cabut dari rumah.
Bagi Salamah yang tinggal berdua dengan Imam, dia bukan tidak takut. Berbagai macam kekerasan sudah dia terima. Namun bagaimanapun, Imam adalah anaknya, anak yang 37 tahun lalu dia lahirkan dan dia tangisi dengan bahagia. Layaknya ibu di dunia ini, Salamah selalu percaya Imam insyaf dan berubah, sekalipun tubuhnya harus sering lebam dikasari Imam, dia rela.
Melihat kondisi itu, Muh antara tega dan tidak tega. Perangai Imam juga sudah banyak dihapal terutama tetangganya.
Baca Juga: Ditabrak Truk di Tanjakan Silayur Semarang, Anak-Anak TK Luka-Luka dan Dirawat di Rumah Sakit
Suatu hari, ada seorang tetangga yang minta izin ke Muh. Izin untuk mengeroyoknya bersama pemuda kampung lain.
"Memang sukanya petentang-petenteng kalau di kampung. Hampir dihajar massa," ujar Muh.