Menurut Bagas, polisi tidak berhaak menyimpulkan advokat itu legal atau tidak.
Oleh karena itu, langkah yang dilakukan sejauh ini sudah benar. Dwi sudah melaporkan tindakan ini ke Bidpropam Polda Jateng.
Tetapi yang menjadi permasalahan, penyidik Ditreskrimum Polda Jateng melaporkan Dwi Apriyanto ke DPC terkait Kode Etik. Hal ini dianggap Bagas adalah langkah yang lucu.
"Kenapa lucu? Nanti di kemudian hari ketika ada teman-teman mendampingi yang berseberangan dengan penyidik, penyidik bisa melaporkan ke kode etik kita. Seperti itu. Sebetulnya enggak perlu, kalau saya enggak perlu. Ini persoalannya kan dari Krimum kan sudah mengajukan pengaduan. Ya kan yang ditandatangani oleh direktur Krimum langsung. Nah, oleh karena itu dengan saya melihat seperti ini, saya sebagai kami sebagai berkumpul ini sebagai teman sejawat, kami empati sama yang bersangkutan," paparnya.
Sementara dari Dwi Aprianto, mengonfirmasi bahwa sudah melaporkan kejadian ini ke Bidpropam Polda Jateng pada 17 Maret 2025.
Dwi lalu menceritakan, saat kejadian, dia hendak mendampingi para saksi. Namun, pihak penyidik Ditreskirmum khususnya Kasubdit 4 mengusirnya.
"Saya mendampingi itu berdasarkan surat kuasa. Dan di dalam surat kuasa itu juga sebenarnya siapapun orang itu boleh minta pendampingan. Tidak harus jadi tersangka atau jadi apa kan itu. Jadi semua semua orang boleh minta untuk didampingi dan kita juga sudah ada surat kuasa jelas," jelasnya.
Di sisi lain, kasus Mansion Executive Semarang saat ini memang sudah masuk tahap penyidikan.
Karaoke yang berlokasi di Jalan Kyai Saleh itu digrebek oleh Subdirektorat IV/Remaja Anak Wanita (Renakta) Ditreskrimum Polda Jateng pada Jumat 28 Februari 2025.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Dwi Subagio mengonfirmasi bahwa pihaknya sudah mengundang pemilik karaoke itu yang berinisial BR. (*)