semarang-raya

Menjenguk Jongkie Tio: Menyegarkan Ingatan Tionghoa Peranakan di Semarang dengan Lontong Cap Go Meh

Kamis, 13 Februari 2025 | 14:46 WIB
Jongkie Tio, Pemerhati Tionghoa di Semarang dengan Lontong Cap Go Meh-nya. Jongkie tidak ingin berhenti mengenalkan warisan Tionghoa Peranakan. (Ayosemarang.com/ Audrian Firhannusa)

Tidak lulusnya Jongkie saat kuliah bukan karena malas, tapi karena dia terdampak situasi politik pada saat itu. Dia kuliah di Hukum pada tahun 1961. Saat itu isu sara cukup kencang sehingga dia pun dipandang rendah. Banyak yang tidak suka dan kuliahnya terganggu.

"Dulu saya dipandang jelek terus. Kuliah sulit jadi keluar saja," ujarnya.

Bergeser ke tahun 1965, Jongkie kembali mendapat perilaku kekerasan sara. Restorannya yang berada di MT Haryono sebelum berpindah ke Gajahmada dibakar orang dan barang-barangnya dijarah.

Baca Juga: Daftar Pesantren Khusus Perempuan Terbaik di Indonesia, Lingkungan Kondusif dan Aman

"Di tahun itu negara kan memang sedang bergejolak. Kami orang-orang Tionghoa dimusuhi karena dianggap membawa paham Komunis," kata Jongkie.

Kejadian itu padahal sudah lama dan Jongkie masih mengingatnya. Mungkin ingatan menyakitkan akan selalu abadi.

Kendati tidak lulus kuliah dan banyak disergap kekerasan sara, Jongkie tetap survive. Dia rajin belajar dengan bapaknya Slamet Budiarto dalam menjadi pengusaha toko emas di Jalan Pemuda dengan nama Toko Mustika.

Beberapa tahun belajar, Jongkie malah jadi punya keahlian khusus; sebagai Juru Taksir Emas. Ketika ada orang yang akan menjual emas, dia bertugas menaksir, apakah emas itu asli, dan harganya berapa.

"Kerja kayak gitu banyak musuhnya. Masing-masing penjual maupun pembeli ingin harga tinggi tapi kan nggak bisa selalu gitu," ungkapnya.

Di sela-sela kegiatan itu, Jongkie adalah pembaca yang rakus dan hobi memotret. Dari hobinya itu, dia banyak turun ke jalanan dan ngobrol dengan banyak orang. Alhasil dia mulai menulis, lalu jadilah buku Semarang dalam Kenangan.

Baca Juga: 6 HP Terbaik dengan Spesifikasi Unggulan dan Fitur Mewah di Kelas 4 Jutaan

Ketika merasa melewati banyak hal di Semarang dan mengenali berbagai jenis kuliner, maka dia mendirikan Restaurant Semarang tadi di Jalan Gajahmada No 125. Gedung itu dulu milik Oei Tiong Ham, konglomerat Tionghoa di Semarang.

Selain itu Gubernur Jateng di era 70-an Soepardjo Rustam yang kala itu berteman baik dengan dia mendorong Jongkie untuk membuka restoran dengan menu peranakan. Jadilah Restoran Semarang.

Saat saya berkunjung kemarin dan beberapa tahun lalu, restoran ini tidak berubah. Interior meja dan kursi yang dipakai masih sama. Lampu-lampu juga masih bertahan dengan temaram dengan mengandalkan cahaya matahari yang menyerobot dari sela-sela jendela.

Sedangkan di sudut restoran, ada galeri hasil publikasi Jongkie Tio di berbagai media baik sebagai narasumber pemerhati Tionghoa maupun tulisannya sendiri, serta ada foto-foto lawas. Kemudian di dekat kasir ada bukunya yang diterjemahkan ke dalam dua bahasa, Inggris dan Jepang.

Halaman:

Tags

Terkini