SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Sambil mempersilakan Lontong Cap Go Meh, Jongkie Tio terus merutuki Hotel Tentrem yang menganggu ladang usahanya, yakni Restaurant Semarang yang berada di Jalan Gajahmada. Gangguan itu bukan dari pelanggan restoran yang diserobot, tentu saja tidak sebanding, namun banyak hal yang membuat Jongkie meradang.
Selama pembangunan misalnya, dinding Restaurant Semarang banyak yang retak. Jongkie yang lebih banyak tinggal di restoran itu juga hidupnya mendadak tak tentram, sebab beberapa jam sekali, dia terus mendengar dentuman yang tak berhenti saat pembangunan.
"Semenjak ada Tentrem, restoran saya tertutup sinar matahari. Biasalah, kalau orang lagi jaya tidak lihat yang di bawahnya," ungkapnya.
Semua itu dikatakan Jongkie beberapa tahun yang lalu. Ketika raga dan semangatnya masih kuat. Selang beberapa tahun kemudian, ketika tubuhnya harus dibantu tongkat penyangga dan ingatannya sudah dihinggapi demensia, kekesalannya masih sama, namun sudah lebih redam.
"Sudah, saya tidak mau cari keributan. Saya tidak mau ribet," ujarnya saat ditemui, Rabu 12 Februari 2025. Usianya kini sudah 84.
Baca Juga: Jejak Orang Tionghoa dalam Fotografi Semarang
Hari itu, Restaurant Semarang cukup ramai karena sedang Cap Go Meh atau penutupan Tahun Baru Cina. Hari yang cukup spesial juga karena pastinya, banyak warga Tionghoa yang datang. Kedatangan mereka tak lain untuk menikmati sajian andalan Restaurant Semarang yakni Lontong Cap Go Meh.
Seperti halnya orang-orang Tonghoa, saya juga mampir ke Restaurant Semarang. Belakangan, banyak pihak yang bilang Jongkie Tio sedang dalam kondisi yang tidak baik sehingga jarang kelihatan. Pemerhati Tonghoa yang cukup dihormati banyak orang ini sudah jarang beredar. Banyak yang berasumsi sakit.
Saya siap apabila hanya bicara dengan perwakilan restoran itu, sebab menurut saya kiblat dari Lontong Cap Go Meh yang autentik hanya di Restoran Semarang. Namun tak dinyana, hari itu dia muncul untuk menyambut.
"Ah, siapa bilang saya sakit," tegurnya. "Kamu kalau ke sini pasti ketemu saya," sambungnya meskipun jalannya sudah tidak tegap dan dibantu tongkat penyangga. Dia lalu menanyakan saya dari media apa dan kuliah di mana.
Jongkie kemudian mempersilakan saya untuk duduk. Dia kembali menyuguhkan Lontong Cap Go Meh. Menurutnya, kuliner peranakan wajb dikenalkan agar banyak generasi muda yang tahu.
Baca Juga: Nelayan yang Hilang saat Laka Laut di Pekalongan, Salah Satunya Warga Kendal
Terlebih Jongkie sadar, Restaurant Semarang tak banyak mengundang anak-anak muda untuk datang. Kendati menyajikan makanan klasik dan penuh sejarah, namun desain bangunannya kurang kekinian.