SEMARANG, AYOSEMARANG.COM -- Dalam bahasa Jawa terdapat tiga kata yang bermakna kepala sebagai organ tubuh, yakni endhas/ndhas, sirah, dan muataka.
Di Dialek mataraman, endhas digunakan untuk merujuk pada kepala binatang (contoh: endhas pitik, endhas sapi).
Bagaimana di dalam dialek semarangan? Penulis buku Halah Pokokmen Kupas Tuntas Bahasa Semarangan, Hartono Samidjan pun memberikan ulasannya.
Baca Juga: (KAMUS SEMARANGAN) Mbasakke Awake Dhewe Salah Satu Ciri Khas Dialek Semarangan
Hartono menuliskan dalam dialek semarangan, endhas atau lebih sering diucapkan ndhas juga dipakai merujuk pada kepala orang.
"Kata ndhas dipakai dalam ragan ngoko oleh para penutur yang berusia sebaya, sama-sama muda atau sama-sama tua, dan sudah akrab," tulisnya.
Adapun kata sirah dipakai dalam ragam ngoko alus dan krama madya oleh penutur sebaya yang belum akrab serta penutur muda kepada lawan tutur yang lebih tua.
"Kata mustaka yang masuk dalam sagam krama inghil jarang dipakai," imbuhnya.
Baca Juga: (SEMARANGAN) Mendengar Kesan Para Pengikut Theosofi: Ada yang Ikut Perkumpulan Sejak Usia Muda
Selain itu, bila orang Semarang ingin ber-krama inggil biasanya akan memakai kata sirahipun.
Bahkan tak jarang anak muda terpaksa meng-krama inggil-kan kata Indonesia karena tidak tahu, sehingga muncullah kata kepalanipun.
"Bahkan banyak orang Semarang yang tidak menyadari bahwa kepalanipun bukanlah kata krama inggil. Demikian pula dengan tanganipun, sikilipun," katanya.
Fenomena yang sama juga terjadi pada penerapan kata "mata" yang bermakna indra penglihatan.
Baca Juga: (SEMARANGAN) Mengenal Kiai Sholeh Darat Part 2: Kejadian Karamah Weruh Sakdurunge Winarah Sang Kiai