regional

Kasus Penyerobotan Tanah Jalan Kartini Pekalongan, Kuasa Hukum Datangi Kantah Pertanyakan SHGB dan Pastikan Status Quo

Rabu, 3 Juli 2024 | 19:40 WIB
Audiensi antara Kuasa hukum sekeluarga terdakwa Nasokha dengan pihak kantor ATR/BPN Kota Pekalongan. (Muhun kontributor Batang)

PEKALONGAN, AYOSEMARANG.COM - Kasus dugaan penyerobotan tanah oleh satu keluarga di Kota Pekalongan terus memanas, bahkan hingga ke luar ruang persidangan.

Kuasa hukum para terdakwa, Nasokha, bersama Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Adhyaksa, mendatangi kantor ATR/BPN (Kantor Pertanahan) Kota Pekalongan untuk meminta penegasan status quo tanah di Jalan Kartini.

Dalam pertemuan tersebut, kedua belah pihak melakukan audiensi yang berlangsung cukup tegang. Nasokha mempertanyakan, "Jika tanah status quo apakah bisa orang dilaporkan pidana? Karena itu kan kembali ke negara," katanya pada Rabu 3 Juli 2024.

Para terdakwa, yakni Lanny Setyawati (74) dan tiga anaknya, Titin Lutiarso, Haryono, serta Lilyana, dituduh oleh Felly Anggraini menyerobot tanah secara paksa. Sengketa ini melibatkan lahan dan bangunan di Jalan RA Kartini, Kauman, Pekalongan Timur, yang memiliki dua sertifikat: nomor 00037 seluas 420 meter persegi dan nomor 00038 seluas 1013 meter persegi.

Nasokha mengungkapkan beberapa kejanggalan dalam keterangan dari pihak kantor pertanahan Kota Pekalongan. Salah satu yang menjadi sorotan adalah pernyataan bahwa status Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) di Jalan Kartini berakhir pada 16 Mei 2021.

Baca Juga: Desa Sejahtera Astra Jateng Bikin Pameran Bertema Berkah Bumi, Diharapkan Bisa Penuhi Kebutuhan Negeri

"Menurut perhitungan kami, sertifikat HGB terbit tahun 1981, ditambah 30 tahun jadi seharusnya 2011. Itu BPN menghitung 2021, oke, kita terima," tutur Nasokha.

Meskipun menerima penjelasan tersebut, Nasokha tetap mempertanyakan mengapa izin SHGB yang berakhir pada 2021 tidak mengubah status tanah menjadi status quo sejak saat itu hingga 2024.

Menurutnya, status tanah yang kembali ke negara seharusnya membuat laporan pidana atas dasar penyerobotan tanah dalam Pasal 167 KUHP tidak sah.

"Sekalipun agak tegang tadi, tapi akhirnya BPN keluar kata-kata status quo. Ini yang menurut kami, kunci kami. Semoga putusan pengadilan menguntungkan kami, kalau pun tidak, kami akan melakukan upaya banding," ujarnya.

Nasokha juga menyoroti kejanggalan lain terkait proses balik nama SHGB dari Lukito ke Hidayat Tandapranata berdasarkan Akta Jual Beli (AJB). Menurutnya, seharusnya pada proses AJB, tanda tangan suami istri wajib dicantumkan.

Baca Juga: Memiliki 10 Ribu Anggota, Kasatkorcab Banser Kabupaten Batang: Masih Buka Rekrutmen

Namun, Kantor Pertanahan membantah hal tersebut, dengan alasan tanda tangan istri telah dikuasakan kepada suami.

"Di persidangan pun surat kuasa tidak diperlihatkan, saat ditunjukkan langsung ditarik lagi. Berarti ada kekhawatiran di situ," jelas Nasokha.

Halaman:

Tags

Terkini

Bank Jateng Fasilitasi Rekening Gaji 3.352 PPPK Pemalang

Minggu, 21 Desember 2025 | 08:05 WIB