"Sejak kecil sering belanja ke Tong Hien. Banyak kenangan ketika diajak ibu ke sini. Paling seneng kalau dibeliin bolu Surabaya yg bentuknya segitiga, dan permen coklat payung. Namun sejak jalan Sultan Agung diberi batas marka jalannya jadi repot kalau ke sana karena rumah saya seberang Tong Hien. Harganya juga lebih murah di banding supermarket lainnya," jelasnya.
Selain tiga orang tadi banyak yang mengutarakan kenangannya. Terutama ketika hendak naik bus, kernet bus selalu berkata Tong Hien sebagai patokan berhenti.
Kemudian selain pegawai Tong Hien yang mungkin bakal kehilangan tempat kerjanya, ada satu juru parkir bernama Wardi (67).
Meski sebagai juru parkir, Wardi sudah bekerja sejak 1979. Dia pun jadi saksi masa kejayaan Tong Hien, serta bagaimana sekelilingnya berubah.
Sekitar tahun 70-80-an misalnya, halaman toko sempat jadi Terminal Bemo. Tak heran, beberapa waktu apabila naik bus, kernet mematok lokasi Tong Hien sebagai tempat pemberhentian.
Tidak hanya itu, sepanjang tahun 1980 sampai 2000 an awal, toko ini cukup ramai layaknya supermarket modern saat ini.
"Dulu yang beli orang-orang berada. Pengusaha-pengusaha sampai Jenderal," katanya.
Dengan tutupnya Tong Hien ini, Wardi mengaku cukup sedih lantaran toko itu sudah jadi bagian dari hidupnya.
"Agak sedih juga. Saya bisa nyekolahkan anak saya sampai kuliah ya gara-gara di sini," ucapnya.