Tahun 2024 Banyak Istri Gugat Cerai Suaminya, Mayoritas Alasannya karena Tak Tahan Ribut Melulu

photo author
- Selasa, 17 Desember 2024 | 17:26 WIB
Ilustrasi kasus cerai karena pertikaian rumah tangga  (Pixabay )
Ilustrasi kasus cerai karena pertikaian rumah tangga (Pixabay )

SEMARANG, AYOSEMARANG.COM - Mendekati penghujung tahun 2024, Pengadilan Agama Kota Semarang melaporkan jika angka perceraian meningkat.

Selama 2024 ini didominasi oleh cerai gugat. Atau kondisi di mana istri yang mengajukan gugatan cerai terhadap suami.

Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Pengadilan Agama Kota Semarang, Sundoro Ady Nugroho menyampaikan dari Data Pengadilan Agama Kota Semarang mencatat, selama bulan Januari hingga November 2024, terjadi 2.361 kasus perceraian.

Dari jumlah itu, sebanyak 1.801 kasus merupakan cerai gugat. Sementara cerai talak yang diajukan oleh suami hanya berjumlah 560 kasus.

Baca Juga: Festival Komukino akan Kembali Digelar di Auditorium USM, Angkat Tema Jateng Bungah

“Cerai talak cenderung sama grafiknya naik-turun. Tahun 2020 sebanyak 812, 2021 turun 796, 2022 turun lagi 787, 2023 turun lagi 709 dan tahun ini sampai November turun 560," ungkapnya dalam keterangan, Selasa 17 Desember 2024.

Kemudian Sundoro menambahkan faktor utama perceraian di Kota Semarang cukup beragam. Salah satu yang tertinggi ialah perselisihan dan pertengkaran yang terus-menerus yang tefjadi dengan 1.470 kasus sepanjang 2024.

Faktor lainnya seperti masalah ekonomi (286 kasus), meninggalkan salah satu pihak (189 kasus), kekerasan dalam rumah tangga (10 kasus), judi (9 kasus), mabuk (9 kasus), murtad (12 kasus), dihukum penjara (3 kasus), dan poligami (1 kasus).

“Perkara gugatan perceraian cenderung turun. Rata-rata karena masalah ekonomi atau nafkah yang kurang sehingga menimbulkan perselisihan yang terus-menerus,” ungkap Sundoro.

Baca Juga: Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Ogan Komering Ulu Tahun 2024 Meningkat

Meski demikian, Direktur LBH APIK Semarang, Raden Rara Ayu Hermawati Sasongko, menyebut hal ini positif.

Sebab tingginya istri gugat suaminya sebagai tanda meningkatnya kesadaran hukum di kalangan perempuan.

Tidak hanya itu, menurut Ayu, banyak perempuan yang selama ini rela bertahan dalam pernikahan hingga bertahun-tahun meski mengalami kekerasan atau ditinggalkan suami.

“Rata-rata korban KDRT yang akhirnya memutuskan bercerai sudah bertahan lebih dari 5 hingga 10 tahun. Mereka memilih bercerai untuk mendapatkan status hukum yang jelas,” katanya.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Regi Yanuar Widhia Dinnata

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X