AYOSEMARANG.COM -- Seorang ibu rumah tangga berinisial IDK, warga Tembalang, Kota Semarang, panik setelah menerima pesan WhatsApp dari anaknya, SA (20), yang mengabarkan bahwa dirinya menjadi korban penculikan dan dimintai tebusan sebesar Rp80 juta. Insiden ini terjadi pada Selasa malam, 27 Mei 2025, dan langsung dilaporkan ke pihak kepolisian.
Dalam pesan tersebut, pelaku juga mengancam akan menyiksa SA jika permintaan uang tidak segera dipenuhi. Merasa nyawa anaknya terancam, IDK segera melapor ke polisi sekitar pukul 21.55 WIB.
Tim gabungan Subdit 3 Jatanras Ditreskrimum Polda Jateng dan Polrestabes Semarang langsung bergerak menyelidiki keberadaan SA berdasarkan data digital yang berhasil ditelusuri. Tak lama kemudian, motor milik korban ditemukan terparkir di sebuah hotel di kawasan Tembalang.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio, menjelaskan bahwa korban ternyata telah check-in seorang diri di kamar hotel sejak siang hari.
Baca Juga: Kronologi Tawuran Maut di Bandarharjo Semarang, Korban Tewas Dikeroyok Pakai Sajam dan Balok Kayu
“Anak korban berinisial SA ditemukan dalam keadaan selamat, tanpa ada tanda-tanda kontak langsung dengan pelaku. Dari hasil interogasi, diketahui bahwa korban sebelumnya menerima telepon dari seseorang yang mengaku sebagai aparat penegak hukum dan menuduh korban terlibat dalam kasus pencucian uang,” kata Kombes Pol Dwi Subagio dikutip, Jumat 30 Mei 2025.
Pelaku diduga mengendalikan korban dari luar kota dengan menyuruhnya masuk hotel, agar bisa dikontrol sepenuhnya tanpa gangguan dari luar.
“Korban diarahkan untuk mengisolasi diri agar komunikasi hanya terpusat pada pelaku. Dalam kondisi tertekan dan bingung, korban menuruti permintaan tersebut,” sambungnya.
Untuk memperlancar aksi penipuannya, pelaku membajak akun WhatsApp milik SA, lalu menggunakannya untuk menghubungi ibu korban dan meminta uang tebusan.
Kombes Dwi menegaskan bahwa kasus ini bukan penculikan secara fisik, melainkan penipuan siber yang memanfaatkan manipulasi psikologis.
“Ini merupakan bentuk manipulasi psikologis dan intimidasi digital. Korban tidak disekap secara fisik, tetapi diisolasi secara mental melalui kendali komunikasi dan ancaman yang tidak masuk akal,” ujarnya.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, mengimbau masyarakat untuk lebih waspada terhadap modus serupa yang mengatasnamakan aparat penegak hukum dan menyebarkan tuduhan hukum palsu.
“Kami minta masyarakat untuk tidak langsung panik ketika menerima telepon atau pesan dari pihak yang mengaku aparat, apalagi jika disertai narasi bahwa kerabat sedang bermasalah dengan hukum,” tutur Artanto.