Sedangkan trotoar Jalan Imam Bonjol, trotoar Jalan Thamrin, dalam kondisi tidak ada bangunan atau fasilitas PKL.
“Kalau di situ, kami diminta menata meja bongkar pasang. Diperbolehkan jualan mulai pukul 16.00 WIB hingga pukul 04.00 WIB,” ujar dia.
Emy lalu menawarkan opsi lain, misalnya konsep penataan PKL Jalan Simpang dibuat jadi sentra kuliner Lawang Sewu.
"Jadi bukan sekadar digusur tetapi ditata agar lebih rapi," katanya.
Sejauh ini para pegadang ini juga tidak menempati lahan secara liar.
Sebab, riwayatnya dahulu merupakan penataan PKL yang berasal dari Jalan Pemuda Semarang.
"Itu juga atas persetujuan pihak kelurahan dan May Bank. Lahan yang ditempati tersebut milik May Bank yang dihibahkan kepada pemerintah,” sambungnya.
Terakhir yang menjadi keresahan Emy adalah dia tidak diberi tali asih sepeserpun untuk pindah.
“Pindah tempat pun membutuhkan biaya tidak sedikit. Bahkan ada juga di tempat sekarang ini yang mengontrak Rp 30 juta. Para PKL kebingungan, ini tidak ada tali asih sepeser pun. Tidak ada tawar menawar,” terangnya.
Baca Juga: Prediksi Cuaca Semarang 24 Juni 2022, Cerah Berawan Waspada Hujan Ringan
Menurutnya Pemerintah Kota Semarang harus memikirkan iklim ekonomi para pedagang.
Terlebih lagi, selama menempati lahan ini para pedagang sudah punya pasar khusus yang mungkin tidak bisa didapat apabila berpindah tempat.
“Misalnya, pelanggan kami dari tour travel pun sudah banyak. Mereka sering menghubungi kami untuk pesan jauh-jauh hari. Pesan soto dengan jumlah sekian, tanggal sekian," pungkasnya.
BACA BERITA AYOSEMARANG.COM SELENGKAPNYA DI GOOGLE NEWS