Penanganan kasus ini terbilang rumit, terutama karena melibatkan pelaku yang masih di bawah umur. Berkas kasus pelaku remaja telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Kabupaten Batang. Imam Muhtadi menegaskan bahwa mereka akan mendapatkan penanganan khusus sesuai dengan aturan hukum anak yang berlaku.
Dari hasil penangkapan, polisi berhasil mengamankan enam pelaku dewasa dan enam pelaku anak-anak dari kedua geng. Para pelaku tersebut kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. Selain itu, polisi juga menyita sejumlah barang bukti, seperti beberapa unit ponsel, senjata tajam, dan sepeda motor yang digunakan dalam bentrokan.
"Dari pengakuan para pelaku anak, mereka mengaku ikut terlibat dalam tawuran karena ingin terlihat keren di mata teman-temannya. Ini adalah pemikiran yang salah dan harus diubah. Seharusnya, mereka bisa mencari cara lain yang lebih positif untuk membuktikan diri," ujar Imam.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 170 KUHP tentang kekerasan di muka umum yang mengakibatkan kematian, dengan ancaman hukuman maksimal 12 tahun penjara. Selain itu, mereka juga terancam dikenai Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam tanpa izin, yang bisa mendatangkan hukuman penjara hingga 10 tahun.
Bentrok berdarah ini meninggalkan luka mendalam, tidak hanya bagi keluarga korban, tetapi juga bagi masyarakat yang melihat dampak mengerikan dari tawuran remaja. Harapannya, insiden ini bisa menjadi pelajaran berharga bagi para remaja lainnya untuk menjauhi kekerasan dan mencari cara yang lebih sehat dalam bergaul dan bersosialisasi.