Hal ini terjadi berkaitan erat dengan sejarah negeri ini, di era menjelang keruntuhan Majapahit tahta kerajaan diduduki oleh Prabu Brawijaya V.
Kala itu burung perkutut merupakan hewan peliharaan, yang hanya dimiliki oleh kaum bangsawan dan orang berkasta tinggi saja.
Sedangkan orang-orang yang berkasta rendah atau rakyat jelata tidak mampu memeliharanya, sehingga mereka hanya dapat ikut menikmati suaranya dari luar kerajaan.
Salah satu bangsawan yang memiliki dan memelihara burung perkutut adalah Prabu Brawijaya V, dan sebagai perawatnya dilakukan oleh orang khusus yang bernama Joko Mangu.
Baca Juga: Burung Perkutut Jenis Ini saat Malas Bunyi Justru Membawa Keberuntungan, Incaran Kolektor
Dalam kisahnya pada suatu saat burung perkutut milik Prabu Brawijaya V tersebut terlepas, hingga menggegerkan seluruh kerajaan.
Pada saat tim bhayangkara Majapahit sudah bersiap-siap untuk mengejar dan menangkapnya, tiba-tiba Prabu Brawijaya V bertitah agar membiarkan perkutut tersebut lepas.
Kalimat menarik yang diucapkan oleh Prabu Brawijaya V saat kejadian itu adalah, "Biarlah burung itu terlepas dia hanya seekor burung, hartaku sebenarnya adalah rakyat bukan perkutut," dan akhirnya para penjaga tersebut membiarkannya lepas.
Setelah melalui beberapa peristiwa, yang secara detail sudah tercatat dalam sejarah bangsa ini. Tibalah saat Prabu Brawijaya V memasuki wilayah Yogyakarta.
Baca Juga: Jangan Sembarangan, Alasan Perkutut Katuranggan Songgo Ratu Hanya untuk Bangsawan Jawa
Pada saat berada di wilayah itulah tanpa diketahui awal mulanya seperti apa, tiba-tiba burung perkutut yang terlepas kala itu menghampiri sang prabu dan hinggap di pundaknya.
Kaum bangsawan dan raja-raja di sekitar Yogyakarta yang sedang berkumpul ikut menyaksikan langsung kejadian tersebut.
Sejak saat itulah burung perkutut itu dinamakan perkutut Majapahit, dan mereka beranak pinak di sana. Hingga akhirnya lahirlah tradisi sebagian besar kaum bangsawan Kesultanan Yogyakarta memelihara perkutut Majapahit.
Dan untuk melestarikan perkutut di wilayah Kesultanan, Sri Sultan Hamengkubuwono VII menyelenggarakan perlombaan perkutut di alun-alun keraton, yang tujuannya bukan untuk mencari juara namun lebih ke menghibur rakyatnya.