Falsafah Menulis

photo author
- Selasa, 8 Maret 2022 | 12:14 WIB
Usman Roin/Dosen Prodi PAI Fakultas Tarbiyah Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (UNUGIRI) Bojonegoro. (dok)
Usman Roin/Dosen Prodi PAI Fakultas Tarbiyah Universitas Nahdlatul Ulama Sunan Giri (UNUGIRI) Bojonegoro. (dok)

Baca Juga: Hiruk Pikuk Menjelang Tahun Politik

Aspek kemanfaatan lainnya, membiasakan menulis catatan harian sama dengan menabung karya tulis. Karya tulis yang telah dihasilkan adalah sejarah diri yang dialami. Pahit versus manisnya kehidupan, terdokumentasi rapi berwujud tulisan. Secara matematis, dalam satu tahun yang terdiri dari 12 bulan dan 365 hari, tentu akan dihasilkan tulisan sejumlah itu juga. Catatannya, bila kita konsisten bin istikamah dalam membiasakan menulis.

Akan tetapi bila menulis langka, sepi, hingga pensiun dini, 365 hari yang dilalui tidaklah akan ada satupun karya tulis yang ditelurkan. Jika demikian, apakah tidak merugi punya perangkat canggih tetapi tidak digunakan untuk menulis? Punya talenta menulis tapi mandek. Sudah berlabel “penulis”, tetapi absennya terus menerus. Alhasil, “pernah” jadi kolumnis, pernah dan pernah menulis, hanyalah akan menjadi ilusi yang nyata. Jika demikian, apakah pensiun menjadi penulis itu keren? Monggo dijawab!

* Penulis adalah Dosen Prodi PAI UNUGIRI dan Mahasiswa Doktor UIN Walisongo.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Akbar Hari Mukti

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Perlukah Outsourcing Dihapus?

Kamis, 8 Mei 2025 | 11:28 WIB
X