AYOSEMARANG.COM -- Advokat Bayu Jalar Prayogo menyoroti kejadian tewasnya seorang dokter muda PPDS Anestesi FK Undip, ARL yang baru-baru ini menghebohkan jagat media.
Menurutnya, aksi perundungan atau bullying, terutama yang terjadi di institusi pendidikan, melanggar hak privasi dan hak asasi manusia.
"Dari sudut pandang hukum, pembuktian kasus bullying sering kali sulit karena minimnya saksi atau bukti kuat," ujarnya di Semarang, Selasa 20 Agustus 2024.
Karenanya dari sisi advokat, dirinya menekankan pentingnya korban untuk berani berbicara, mengumpulkan bukti, dan mencari saksi yang dapat mendukung klaim mereka.
Baca Juga: Pemkot Semarang Buka 331 Formasi CPNS 2024, Ini Persyaratannya
Diakuinya, kasus tewasnya seorang mahasiswa kedokteran baru-baru ini memicu diskusi mengenai praktik bullying di perguruan tinggi, khususnya dalam lingkungan akademik yang menekankan hubungan senior-junior.
“Hal ini dapat menjadi titik balik yang penting dalam mengubah norma-norma tersebut, terutama dalam lingkungan pendidikan yang seharusnya mendukung dan melindungi semua mahasiswa,” ucap Bayu yang juga pengusaha biro umroh ini.
Bayu Jalar Prayogo menegaskan jika salah satu tantangan utama dalam menangani kasus bullying adalah kurangnya keberanian dari korban untuk melaporkan insiden tersebut.
Lingkungan sekitar sering kali kurang mendukung, dan ada kecenderungan untuk menutupi atau mengabaikan masalah, terutama jika pelaku bullying adalah anak dari orang-orang berpengaruh.
Pendidikan moral yang kuat dan sosialisasi tentang apa yang termasuk dalam tindakan bullying sangat diperlukan agar pelaku dan korban menyadari konsekuensi dari tindakan mereka.
“Edukasi mengenai bullying di sekolah dan perguruan tinggi tidak cukup hanya dengan spanduk atau slogan; perlu ada sesi khusus untuk menjelaskan tindakan-tindakan yang tergolong bullying,” tegas owner Biro Umroh Arbani Madinah Wisata tersebut.
Selain itu, ketika kasus bullying terjadi, mediasi yang melibatkan advokat atau mediator bisa menjadi solusi yang efektif untuk menyelesaikan konflik tanpa harus melalui proses hukum yang lebih panjang.
Pendekatan ini bisa menjembatani komunikasi antara pihak sekolah, pelaku, korban, dan orang tua, sehingga mencapai penyelesaian yang adil dan konstruktif.