Muhtasit juga menegaskan bahwa konsep mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 bukan hanya soal kecerdasan intelektual, tetapi juga mencakup kecerdasan moral, hati, dan spiritual. Menurutnya, konsep besar tersebut lahir dari pemikiran para santri dan ulama, termasuk KH. Wahid Hasyim, ayahanda Gus Dur, yang kini terbukti melalui banyaknya santri yang berperan di pemerintahan — mulai dari menteri, wakil presiden, hingga hakim Mahkamah Konstitusi.
Sementara itu, KH. Masruchan Bisri, Pengasuh Ponpes Askhabul Kahfi, berharap agar para santri dapat meneladani perjuangan ulama terdahulu. “Sebelum kemerdekaan, pondok pesantren bukan hanya tempat mengaji, tapi juga tempat latihan militer. Setelah kemerdekaan, para ulama turut berperan dalam pembentukan NKRI dan dasar negara Pancasila, termasuk dalam tim sembilan yang terdiri dari ulama, nasionalis, agamis, Muhammadiyah, NU, dan non-muslim. Ini bukti bahwa perjuangan santri tidak lepas dari nilai keislaman dan kebangsaan,” jelas KH. Masruchan.
Acara Kirab Kebangsaan ini turut dihadiri sejumlah tokoh, antara lain H. Tantowi Jauhari, S.S. (Kasi Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kemenag Kota Semarang), Dr. K.H. Anasom, M.Hum. (Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Semarang), Kepala KUA Mijen, Suriyah dan Tanfidziyah MWC Mijen, Lurah Jatisari, Polaman, dan Karangmalang, Abah Prof. Dr. KH. Masruchan Bisri (Pengasuh dan Pembina Yayasan Nurul Ittifaq Semarang), Forkopimcam Kecamatan Mijen, Kapolsek Mijen Kompol Sutowo, S.H., serta Danramil Mijen Mayor Infanteri Slamet Muhadi.***
