Tumin sendiri adalah perantauan dari Solo yang tiba di Semarang sekitar tahun 60-an.
Baca Juga: 7 Nasi Pecel Enak dan Murah di Semarang yang Wajib Dicoba, Sambal Kacangnya Legit
Saat tiba di Semarang, Tumin dan adik-adiknya tinggal di Pecinan. Di sinilah cikal bakal mie ini bermula.
Tumin mulanya bekerja bersama salah seorang Tionghoa di Pecinan untuk berjualan mie. Kata Totok saban hari bapaknya bekerja sama dengan orang Tionghoa tersebut untuk berdagang mie gepeng secara keliling.
Mie sendiri memang punya kaitan dengan tradisi Tionghoa bahkan sering dijadikan makanan pokok.
Di waktu-waktu itu, mie dagangannya masih memakai daging babi karena pelangganya pun orang Tionghoa di sekitar Pecinan.
Namun lambat laun, Tumin ingin berdagang sendiri dan akhirnya buka sendiri.
"Bapak saya ambil ilmu dari sana dan membuat mie sendiri," katanya.
Semenjak berjualan mie sendiri, bapak dari Totok juga mengubah konsep yakni dengan menyingkirkan daging babi dan menggantinya dengan daging ayam.
"Kuahnya pun juga kami ganti dengan kaldu ayam. Tapi meski begitu rasanya tidak berubah malah awet laris sampai sekarang," katanya.
Usai bapaknya wafat, Totok resmi meneruskan warung mie gepeng pangsit itu sejak tahun 1970 dan tidak mengubah sedikitpun keotentikan sajiannya.
Baca Juga: Kelebihan Menggunakan Aplikasi Foto Dibandingkan Aplikasi Bawaan
Selain mempertahankan perubahan konsep tadi, Totok juga tetap mempertahankan mie gepeng yang dibuat sendiri.