Jadi Korban Hibah Menjadi Hutang, Nelayan Kota Pekalongan Datangi Kantor Walikota Pekalongan

photo author
- Kamis, 18 Januari 2024 | 12:45 WIB
Belasan nelayan Kota Pekalongan Datangi Kantor Walikota/ dok
Belasan nelayan Kota Pekalongan Datangi Kantor Walikota/ dok

PEKALONGAN, AYOSEMARANG.COM -- Belasan nelayan Kota Pekalongan yang jadi korban bantuan hibah menjadi utang mendatangi Kantor Wali Kota Pekalongan. Mereka menuntut pengembalian sertifikat tanah yang dijaminkan KUD Makaryo Mino.

Pendamping keluarga nelayan korban dana hibah dari Ormas Bintang Adhyaksa, Didik Pramono menyebut perubahan sepihak bantuan hibah menjadi pinjaman tidak disertai dengan sosialisasi apapun yang bisa meyakinkan nelayan bahwa itu utang bukan hibah.

Kemudian potongan 10 persen dari hasil lelang
nelayan tiap bulan tiga kali itu patut diduga sebagai perbuatan pungli. Pihaknya menpertanyakan itu sebagai membayar atau pungutan liar.

"Saya berharap permasalahan yang menimpa nelayan kecil ini bisa selesai dan klir. Kalau tidak diselesaikan dengan baik akan tetap kami kejar," kata Didik menegaskan, Rabu 17 Januari 2024.

Suntono (68) nelayan warga Pantaisari mengaku saat menerima bantuan hibah diminta meninggalkan jaminan oleh oknum pengurus koperasi nelayan. Tidak hanya itu, pendapatannya juga dipotong tiga sampai empat kali tiap bulannya saat melakukan lelang.

"Hasil tangkapan ikan saya dipotong 10 persen saat lelang selama dua tahun lebih. Harusnya itu sudah lunas kalau itu benar utang," ungkap.

Suntono mengungkapkan pada saat menerima bantuan hibah tidak ada pemberitahuan sebagai utang dan tidak tidak ada pihak bank pada saat itu. Yang ada dirinya malah diminta diam ikut arahan dan tidak boleh banyak protes.

"Saya oleh almarhum Pak Rasjo disuruh diam tak boleh banyak mulut. Dia minta jaminan seadanaya seperti BPKB motor atau sertifikat agar uang Rp 20 juta bisa dicairkan," ucapnya.

Pengakuan yang sama juga diungkapkan oleh Hertin (55) janda nelayan yang suaminya meninggalkan jaminan dua sertifikat dengan harapan dapat bantuan hibah lebih banyak namun yang diterima jumlahnya tetap sama.

"Suami saya sudah lama meninggal dan dua sertifikat tanah yang dijaminkan belum juga dikembalikan," ujarnya.

Pada kesempatan yang sama Ketua KUD Makaryo Mino, Mofid membeberkan bahwa jaminan BPKB dan sertifikat tanah yang dijaminkan itu memang sengaja ditumpuk saja oleh petinggi pada saat itu.

"Jadi nelayan ini menjadi korban informasi pembodohan petinggi pada saat itu. Pembodohan itu dilakukan oleh orang yang ingin dapat bantuan juga. Ada yang bilang ke saya sertifikat ditumpuk kanggo apik-apik seng penting utange metu, sayangnya semua yang terlibat pada kasus itu sudah mati, kan susah juga," urainya.

Untuk itu dirinya setuju sertifikat bisa ditarik melalui solusi pemutihan, maka langkah pertama yang bisa diambil adalah duduk bersama. Karena yang penting itu bagaimana sertifikat bisa keluar tapi tidak melanggar Undang-Undang yang ada.

"Undang-Undang yang mengikat apa di cari celah hukumnya. Sehingga kita dalam satu sisi sertifikat bisa keluar dalam satu sisi selamat dari aturan. Kalau tidak bisa, kita mencari pembanding atau dikonsultasikan terlebih dahulu ke biro hukum provinsi atau biro hukum pusat," kata Mofid menyarankan.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Husnul Khatimah

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

XLSMART Gelar Pesantren Digital di Demak

Minggu, 14 Desember 2025 | 22:24 WIB
X