Dari persinggahan itu sekaligus juga menjadi pelopor warga keturunan India di Kota Semarang untuk berdagang sarung, tasbih sampai bermacam rempah-rempah.
Selain tradisi tadi, warga keturunan India ini juga membawa resep buburnya yang sangat khas itu dan dikenalkan kepada pribumi.
Semenjak itulah tradisi berbuka dengan Bubur India di Masjid Pekojan terus mengakar kuat hingga saat ini.
Ia juga mengaku, tatacara dan bahan yang digunakan masih sama seperti ratusan tahun silam, seperti yang diwariskan oleh leluhurnya.
"Kebetulan saya yang mewarisi jadi juru masak di Masjid Jami Pekojan, saya adalah generasi ke-4. Secara turun-temurun leluhur saya mengajarkan resep ini," jelas Ali.
Sebelum selesai memasak, Ali mengatakan, ada syarat khusus agar bisa memasak dan menghasilkan Bubur India yang benar-benar matang.
Baca Juga: (SEMARANGAN) Mendengar Kesan Para Pengikut Theosofi: Ada yang Ikut Perkumpulan Sejak Usia Muda
"Syaratnya harus iklhas, jika tidak pasti ada kendala, entah bubur tidak matang atau lainya," jelas pria ramah itu.
Selesai dimasak, Bubur India tersebut langsung ditempat ke mangkuk dan ditata di lantai Masjid. Setidaknya 250 porsi selesai buat Ali dan beberapa juru masak lainnya.
Bubur India disajikan dengan sambal goreng yang diberi telur lalu juga dimakan bersama makanan lain seperti teh dan kurma.
Deretan panjang mangkuk, gelas hingga buah terlihat mencolok di lantai Masjid Jami Pekojan sebelum para jamaah datang.
Dikatakan Ali, semua yang disediakan gratis untuk masyarakat, bahkan jika ada yang ingin membawa pulang dipersilakan.
"Setiap hari selama puasa kami memasak untuk masyarakat, setidaknya 20 kilogram beras kami oleh menjadi bubur," jelasnya.
Baca Juga: Ini Doa Berbuka Puasa Ramadhan Dibaca Setelah Berbuka
Satu yang Ali selalu heran, bahan baku Bubur India di Masjid Jami Pekojan tidak pernah banyak membeli namun selalu hadir dari mana saja.