"Itu artinya, bahwa kita diminta hanya takut kepada Allah SWT sebagai Maha Penguasa di Alam Semesta ini," kata Agus.
Masuk ke dalam pendapa, di sebelah kanan di antara empat tiang penyangga, terdapat ruangan seperti bangunan rumah pada umumnya dan terlihatlah petilasan makam dari Ki Ageng Pandanaran bersama istri dan ayahnya. Di sebalah kiri l, terdapat makam istrinya bernama Nyi Ageng Pandanaran atau Endang Sejanila.
"Lalu Sebelah kanan bernama Maulana Ibnu Abdul Salam atau Pangeran Madiyo Pandan, merupakan ayahanda Ki Ageng Pandanaran," jelas Agus.
Tepat di samping makam, terdapat tombak-tombak yang ujungnya di bungkus kain putih sebagai peninggalan Ki Ageng Pandanaran.
Baca Juga: (KAMUS SEMARANGAN) Frasa Istilah Khas Dialek Semarangan, Mulai Pecah Ndhase Hingga Koyane Gedhi
Di area belakang pendapa terdapat makam para keluarga, serta pengikut dari Ki Ageng Pandanaran yang turut serta disemayamkan.
"Di makam itu letak para generasi-generasi mbah-mbah saya," ucap Agus yang saat ini merupakan generasi ke-17.
Sebuah pendapa yang berdiri hingga sekarang, dulu digunakan sebagai tempat berkesenian serta belajar agama.
Tak hanya peninggalan pendapa, mimbar dan gentong yang ada di pendapa itu merupakan bagian peninggalan asli Ki Ageng Pandanaran yang dapat dilihat hingga sekarang.
"Selain untuk tempat berziarah, kami juga banyak melakukan acara-acara amal di tempat ini. Sesuai apa yang dilakukan oleh Ki Ageng Pandanaran, kita tidak boleh berhenti berbagi," ungkapnya